Showing posts with label adab. Show all posts
Showing posts with label adab. Show all posts

Belum Menemukan Pasangan Yang Tepat ? Ini Rahasianya

Belum Menemukan Pasangan Yang Tepat ? Ini Rahasianya
Mungkin kamu adalah satu dari jutaan orang yang sudah berkali-kali berpacaran tetapi hubungan tersebut selalu saja kandas dengan berbagai alasan. Dari anak basket di SMA, ketua BEM di kampus, mahasiswa berprestasi, ataupun teman sekantor, mungkin kamu sudah pernah menjalani hubungan dengan mereka, semua jenis sudah kamu 'coba', namun sayangnya hubungan tersebut harus berakhir. Dan kebanyakan alasan hubungan tersebut harus berakhir adalah "nggak cocok." Atau mungkin kamu adalah orang yang sudah lama single, dan saat ditanya, "Kenapa belum punya pacar?" Kamu akan menjawab dengan alasan "Belum ada orang yang tepat." (Saya sering sekali mendengar teman saya mengatakan ini).

Kasus seperti itu memang sudah sering terjadi dalam hubungan percintaan. Dan sangat wajar karena 60% manusia pasti pernah mengalami situasi yang sama. Menemukan pasangan yang tepat merupakan impian semua orang, tidak hanya untuk orang-orang yang single saja, tetapi juga untuk orang-orang yang sudah  berkali-kali pacaran namun sayangnya hubungannya harus kandas dengan berbagai alasan, atau bahkan orang yang sudah memiliki pacar tetapi merasa pasangannya bukanlah orang yang tepat.

Semua orang pasti memiliki kriteria tertentu dalam memilih pasangan. Hanya saja kadarnya berbeda-beda. Ada yang spesifik sekali yang biasa disebut 'pemilih' (dengan biasa disindir, "Lo picky banget sih!"). Ada juga yang tipe 'pasrah' mau dapat yang seperti apa. Biasanya, semakin dewasa, kadar bertambah picky grafiknya menukik. Contohnya Sisca yang mendambakan laki-laki bertinggi badan 180 cm, berbadan kekar, dan romantis. Lalu ada Firman yang sangat mengharapkan pasangannya kelak adalah seorang perempuan yang memiliki jiwa keibuan dan pandai memasak. Atau kamu yang sudah memiliki berlembar-lembar list kriteria calon pasanganmu. Namun, apakah sebenarnya kriteria-kriteria tersebut harus dimiliki seseorang dalam menemukan pasangan yang tepat?

Menurut Pingkan Rumondor, psikolog klinis di SETIPE, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan agar kamu dapat menemukan pasangan yang tepat bagimu.

1. Kenali diri kamu sendiri
Sebelum kamu menentukan kriteria pasangan, kamu harus memahami dirimu terlebih dahulu. Hal ini perlu dilakukan agar kamu mengetahui pasangan seperti apakah yang dapat membantu untuk berkembang. Silahkan renungkan. Apakah kamu extrovert atau introvert? Apakah kamu menyukai rutinitas yang sudah tersusun rapi atau sesuatu yang spontanitas? Apakah kamu cenderung menggunakan perasaan atau logika dalam menyelesaikan masalah? Setelah kamu mengenali dirimu sendiri, kamu menjadi tahu orang seperti apa yang kamu butuhkan dan dapat menerimamu apa adanya. Tidak hanya itu, kamu juga harus mempertimbangkan mengenai tujuan hidup yang ingin kamu raih, dan kamu dapat mencari pasangan yang dapat membantumu meraih tujuan tersebut.

2. Cari pasangan dengan karakter berbeda
Hal ini perlu dilakukan agar kamu mendapatkan hubungan yang seimbang. Namun, hal ini kembali lagi pada orientasi hubungan yang kamu inginkan, jangka pendek atau jangka panjang? Jika kamu menginginkan hubungan jangka pendek, mungkin kamu akan dapat merasa lebih nyaman jika bersama orang yang memiliki karakteristik serupa denganmu. Namun, jika kamu mengingkan hubungan jangka panjang, hal ini perlu dilakukan agar pasanganmu dapat mengimbangi kamu dan juga agar kamu dapat termotivasi untuk melakukan hal-hal baru. Selain itu, bagi kamu yang menyukai tantangan, mencari pasangan dengan karakter berbeda akan menjadi suatu hal menarik bagimu, hidupmu akan menjadi lebih bervariasi dan berwarna.

3. Idealnya, masa pengenalan minimal 2 tahun
Mengapa? Jika kamu rasa kamu sudah menemukan seseorang yang sesuai dengan kriteriamu dan menurutmu ia dapat membantumu meraih tujuan hidupmu, ada baiknya kamu melakukan masa pengenalan atau berpacaran selama minimal 2 tahun. Selama 2 tahun, kalian akan melewati dua kali tanggal-tanggal penting, seperti ulang tahun, hari jadi, atau hari-hari keagamaan. Pada tahun pertama, seseorang biasanya akan menunjukkan sisi dirinya yang paling baik, seperti memberikan surprise pada hari ulang tahunmu dan memberikan kado special saat hari jadi kalian. Oleh karena itu tahun kedua dibutuhkan untuk melihat konsistensi orang tersebut dalam memperlakukanmu. Jika ternyata segala perlakuannya padamu pada tahun kedua masih sama dengan cara ia memperlakukanmu pada tahun pertama, maka berarti selama ini ia tidak hanya selalu menunjukkan sisi terbaiknya saja, tetapi ia memang adalah orang yang terbaik untukmu.

4. Kecuali, punya ‘pegangan’ lain
Ada satu masa dimana kita sudah mulai yakin kita menemukan pasangan yang tepat. Saran saya sebelum kamu melangkah lebih jauh, perhatikan variabel lain. Budaya di Indonesia sangatlah unik. Ketika menyangkut urusan hubungan, pasangan sulit untuk menjadi ‘idealis’. Dua faktor ini yang seringkali menjadi ‘pegangan’:

Kecenderungan keluarga untuk ‘ikut campur’ dalam pengesahan pasangan hidup menjadi faktor yang dominan. Apalagi saat kata ‘pernikahan’ disebutkan. Yang akan menikah tak hanya dua orang, tetapi seluruh keluarga. Masyarakat Indonesia sangat mengutamakan keluarga untuk segala keputusan yang diambil sehingga pertimbangan ini menuntut penyesuaian tersendiri terhadap kelangsungan hubungan. Sering mendengar penentuan tanggal menikah berdasarkan kalender budaya? (Saya sendiri mendengar hal ini bisa beberapa kali sebulan). Sebelum saya memberi kesimpulan, saya beralih ke faktor kedua terlebih dahulu:
Selain keterlibatan keluarga, Indonesia sebagai negara dengan agama yang beragam, yang seringkali dicampur dengan budaya juga, membuat setiap individu perlu melalukan penyesuaian terhadap dirinya sendiri dan bagaimana menciptakan keadaan yang dapat ‘diterima’ oleh semua pihak.
Kesimpulannya ada baiknya kamu sebagai individu mengetahui tujuan hidup kamu sendiri terlebih dahulu, lalu diskusikan dengan pasangan apakah kalian berada pada ‘buku’ yang sama. Pastikan ada sesuatu yang ‘dipegang’ dan saya yakin semua akan baik-baik saja.

Kamu dapat mempraktikkan keempat hal tersebut dalam mencari pasangan yang tepat. Namun, hal yang juga tidak kalah penting dalam mencari pasangan adalah pergaulan yang luas. Sehingga kesempatanmu untuk bertemu orang baru (yang mungkin saja jodohmu) menjadi semakin besar. Nah, salah satu solusi untuk masalah ini adalah kamu bisa bergabung dengan SETIPE, karena tujuan kami adalah untuk memfasilitasi masyarakat Indonesia untuk mendapat pasangan yang sesuai dan mengarahkan pada hubungan yang sehat. Selamat mencoba, dan selamat berjuang! (Kamu tahu pencarian cinta itu harus diperjuangankan, kan?)

Wanita Yang mau Menikah Baca ini

Wanita Yang mau Menikah Baca ini
Dalam artikel sebelumnya,  kita telah membahas tentang hal-hal yang harus berhenti kita lakukan jika kita ingin menikah. Sekarang, saatnya kita membahas ciri-ciri dari seorang perempuan yang sudah layak untuk diajak menikah oleh lelakinya. Hal ini penting untuk dibicarakan karena menikah bukanlah hal yang mudah. Tanpa kesiapan lahir dan batin, kebahagiaan dalam pernikahan akan sulit didapatkan.

Selain persoalan materi, persiapan mental juga penting untuk membina rumah tangga. Pertanyaannya, seperti apa mental yang bisa dikatakan siap untuk menikah? Sebagai seorang perempuan, saya lebih banyak menyelami tentang jiwa perempuan. Selain dari hasil refleksi diri, kumpulan cerita dari perempuan sekitar membuat saya semakin paham tentang jiwa seorang perempuan. Maka dari itu, dalam artikel ini akan saya uraikan ciri-ciri perempuan yang secara mental sudah siap untuk menikah.

Menghormati lelaki sebagai seorang yang akan menjadi pimpinannya


Perempuan yang masih belum bisa menghormati lelakinya

Perempuan yang siap menikah itu perempuan yang paham kodrat. Paham bahwa nanti ia akan dipimpin oleh suaminya. Maka ia akan mulai membiasakan diri untuk hormat dengan lelakinya. Misalnya dengan banyak mendengarkan daripada mendebat apa yang dikatakan lelakinya. Mulai mengikuti saran-saran lelakinya. Kalaupun ada perbedaan pendapat, perempuan yang siap menikah akan lebih bisa menahan dan menyampaikannya di situasi dan kondisi yang tepat. Bukannya selalu membawa perbedaan pendapat ke arah perdebatan sengit.

Mulai senang memegang alat dapur untuk belajar memasak


Mulai mencoba resep masakan

Biasanya, perempuan akan mulai belajar cara-cara menyenangkan suami. Misalnya dengan belajar memasak. Kalaupun saat ini hasil masakannya belum seenak masakan ibumu, setidaknya hargailah effort dia untuk bisa memasak. Ini tandanya dia sedang belajar jadi istri yang baik.

Banyak belajar hal-hal tentang menikah atau pernikahan


Ma, bagaimana sih ma untuk jadi istri yang baik?

Perempuan dewasa sadar betul bahwa menikah itu tidak mudah. Perlu bekal ilmu yang memadai. Itulah sebabnya perempuan akan mulai membaca buku-buku pernikahan. Mulai tertarik berdiskusi dengan kakak atau orang tuanya tentang pernikahan. Ini menunjukkan bahwa ia sedang semangat membekali diri dengan ilmu sebelum akhirnya menikah.

Mulai berpikir tentang menabung untuk masa depan


Duitnya untuk apa ya enaknnya?

Biasanya, perempuan akan mulai berpikir jauh ke depan seiring bertambahnya kedewasaan. Misalnya saja terkait keuangan. Perempuan dewasa akan belajar bagaimana memanage keuangan dengan baik. Tidak suka berbuat boros, berbelanja hal-hal yang tidak penting. Justru ia akan mulai berpikir untuk menabung demi masa depan.

Tidak suka keluyuran malam untuk sekedar nongkrong gak jelas


Menghabiskan waktu berjam-jam di cafe malam hari.

Ini juga ciri penting. Kecuali untuk urusan yang jelas seperti tugas kuliah ataupun tugas kerjaan, perempuan dewasa biasanya lebih suka menghabiskan waktu malam di rumah. Dia tidak suka keluyuran tidak jelas. Sesekali makan malam di luar sih, tapi bukan untuk duduk berlama-lama di cafe hingga larut malam untuk ngobrol ngalor ngidul gak jelas.

Memperlihatkan suka sama anak-anak


Mbaknya udah manis penyayang pula

Perempuan yang bisa dekat dengan anak-anak memiliki kesan tersendiri. Ia terlihat keibuan, penyayang dan menampakkan siap untuk mendidik anak. Laki-laki pasti juga setuju untuk melihat ini sebagai salah satu tanda perempuan yang siap diajak menikah.

Makin dekat dengan Tuhannya


Mulai membekali dengan keimanan

Agama juga menjadi landasan yang penting. Di dalamnya termuat tentang hak dan kewajiban suami ataupun istri dalam berumah tangga. Agama menjadi guidance yang akan mengarahkan sebuah rumah tangga untuk mencapai kebahagiaan. Agama adalah bekal bagi setiap orang untuk menjalani hidup dengan sabar dalam kondisi apapun. Maka, perempuan yang taat agama adalah ciri penting dari perempuan yang siap untuk menikah.

Bersedekah kok malah kaya ?

Bersedekah kok malah kaya ?
Ada beberapa rahsia untuk menjadi kaya tanpa kita duga. Banyakkan bersedekah. Berikut ini beberapa dalil yang menyatakan dengan bersedekah, seseorang itu boleh menjadi kaya atau dimurahkan rezekinya.

Sedekah Menjadi Sebab Allah Membuka Pintu Rezeki
Sedekah mengundang rahmat Allah dan menjadi sebab Allah buka pintu rezeki. Nabi s.a.w. bersabda kepada Zubair bin al-Awwam: “Hai Zubair, ketahuilah bahawa kunci rezeki hamba itu ditentang Arasy, yang dikirim oleh Allah azza wajalla kepada setiap hamba sekadar nafkahnya. Maka siapa yang membanyakkan pemberian kepada orang lain, nescaya Allah membanyakkan baginya. Dan siapa yang menyedikitkan, nescaya Allah menyedikitkan baginya.” H.R. ad-Daruquthni dari Anas r.a.

Sedekah digandakan 700 kali ganda.

Fadhilat bagi orang yang bersedekah amat besar seperti mana terdapat keterangan di dalam al-Quran dan hadis. Jika kita amat amati ayat al-Quran berikut, kita akan dapat mengira bahawa sekurang-kurangnya setiap harta yang dikeluarkan ke jalan Allah akan dibalas dengan kiraan melebihi 700 kali ganda. Selain itu, mereka dijandikan dengan kehidupan yang mudah:

Allah Ta’ala berfirman: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki . Dan Allah maha luas (kurnia-Nya) lagi maha mengetahui” . (Al Baqarah (2) : 261)

Allah Lipat-gandakan Ganjaran orang yang Bersedekah.

“Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki mahupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, nescaya akan dilipat-gandakan (ganjarannya) kepada mereka; dan bagi mereka pahala yang banyak.” (Qs. Al Hadid: 18)

Rezeki dimurahkan Allah s.w.t.

Firman Allah s.w.t.: “Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, pasti akan ditunjuki kepada mereka jalan keluar. Dan diberi rezeki kepada mereka daripada jalan yang tidak disangka-sangka. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, maka Allah akan mencukupi baginya”. (At-Talaq:2-3)

Di dunia, mereka yang bersedekah akan dimurahkan rezeki oleh Allah dalam kehidupannya. Faedah ini dijelaskan oleh Jabir Abdullah katanya: “Rasulullah berucap kepada kami, sabdanya: Wahai umat manusia, bertaubatlah kepada Allah sebelum kamu mati dan segeralah mengerjakan amal salih sebelum kamu sibuk (dengan yang lain), dan jalinkanlah hubungan di antara kamu dengan Tuhan kamu dengan sentiasa mengingatinya (berzikir) dan banyakkan bersedekah secara bersembunyi atau terang-terangan, nescaya kamu diberi rezeki yang mewah, diberi kemenangan (terhadap musuh dan digantikan dengan apa yang kamu dermakan itu dengan balasan yang berganda-ganda.” (Hadis riwayat Ibnu Majah)



Keberkatan Dalam Rezeki.

Kekayaan tidak membawa erti tanpa ada keberkatan. Dengan adanya  keberkatan, harta/rezeki yang sedikit akan dirasakan seolah-olah banyak dan mencukupi. Sebaliknya tanpa keberkatan akan dirasakan sempit dan susah meskipun banyak harta.

Dalam kisah Nabi, ada diceritakan Nabi Ayub ketika sedang mandi tiba-tiba Allah datangkan seekor belalang emas dan hinggap di lengannya. Baginda menepis-nepis dengan bajunya. Lantas Allah berfirman ‘Bukankah Aku lakukan begitu supaya kamu menjadi lebih kaya?’ Nabi Ayub mejawab ‘Ya benar, demi keagunganMu apalah makna kekayaan tanpa keberkatanMu’. Kisah ini menegaskan betapa pentingnya keberkatan dalam rezeki yang dikurniakan oleh Allah.

Kaya Jiwa

Kekayaan bukanlah sesuatu yang harus diidam-idamkan oleh seseorang Islam kerana kekayaan boleh membawa kerosakan kepada seseorang sekiranya tidak menurut jalan yang betul. Islam lebih melihat kekayaan dari segi kekayaan jiwa. Hadis Abu Hurairah r.a katanya: Aku mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: Kekayaan itu bukanlah kerana mempunyai banyak harta tetapi kekayaan yang sebenarnya adalah kekayaan jiwa. (Sahih Muslim.)

Dari aspek harta-benda, kekayaan jika disalurkan ke jalan yang betul akan memberi seseoang pahala yang banyak, terutamanya jika digunakan untuk bersedekah.

Berzikir dan Banyak Bersedekah dalam Sembunyi dan Terang

Hadis berikut ini pula menyeru kita agar rajin bersedekah kerana Allah akan memberi kita rezeki dan kesenangan melalui bersedekah. “Wahai manusia, bertaubatlah kepada Allah, sebelum kamu mati. Bersegeralah melakukan amalan amalan salih sebelum kamu kesibukan dan hubungilah antara kamu dengan Tuhan kamu dengan membanyakkan sebutan (zikir) kamu kepadaNya dan banyak bersedekah dalam bersembunyi dan terang-terangan, nanti kamu akan diberi rezeki, ditolong dan diberi kesenangan.” H.R Ibnu Majah.

6 Tipe Wanita yang Tidak Boleh Dinikahi Meski Cantik dan Kaya

6 Tipe Wanita yang Tidak Boleh Dinikahi Meski Cantik dan Kaya
Seorang laki-laki yang sudah memenuhi syarat untuk menikah dan siap secara lahir dan batin, diharapkan segera untuk menikah. Namun dalam hal ini, hendaknya para laki-laki dapat memilih wanita terbaik yang akan ia jadikan istri dan juga ibu bagi anak-anaknya kelak.



Ilustrasi

Dalam Ihya’ Ulumiddin bab Adab Nikah, Imam Al Ghazali memberikan nasehat kepada laki-laki muslim agar tidak menikahi enam tipe wanita, yaitu : Al Annanah, Al Mananah, Al Hananah, Al Haddaqah, Al Barraqah, Dan Asy Syaddaqah.

Siapa saja yang termasuk dalam 6 tipe wanita menurut Imam Ghazali? Berikut ini penjelasannya:

Al Annanah


Al Annanah adalah wanita yang suka mengeluh dan mengadu.

Menikahi wanita tipe ini membuat suami sulit mencapai sakinah dalam keluarga. Sebab suka mengeluh tidak mendatangkan solusi apapun. Ia justru bisa menguras emosi suami. Sedangkan mengadu sering merusak hubungan baik dengan sesama, baik kerabat maupun sahabat. Apalagi jika yang suka diadukan istri adalah orang tua suami.

Al Mananah


Al Mananah adalah wanita yang suka mengungkit-ungkit kebaikan dan jasanya.

Menikahi wanita tipe ini membuat seorang laki-laki terhambat menjalankan perannya sebagai pemimpin keluarga. Jika ia berbeda pendapat dengan istrinya, sang istri mengungkit kebaikan dan jasanya. Apalagi jika secara ekonomi sang suami “lebih rendah” dari istrinya.

Selain itu, mengungkit kebaikan berbahaya bagi kehidupan akhirat keluarga. Setiap keluarga muslim pasti menginginkan bisa masuk surga bersama-sama. Namun, perilaku mengungkit kebaikan mengancam terhapusnya pahala kebaikan tersebut. Jika pahala-pahala kebaikan terhapus, lalu apa bekal untuk masuk surga?

Al Hananah


Al Hananah adalah wanita yang suka menceritakan dan membanggakan orang di masa lalu.

Jika ia janda, ia membangga-banggakan mantan suaminya. Jika ia belum pernah menikah sebelumnya, mungkin ia membangga-banggakan ayahnya dan membandingkan dengan suaminya. Atau mungkin membangga-banggakan saudaranya atau temannya di hadapan suami.

Lebih parah lagi, kalau ternyata ia pernah pacaran sebelum menikah dan membangga-banggakan pacarnya di hadapan suami.

Al Haddaqah


Al Haddaqah adalah wanita yang keinginan belanjanya besar, mudah tertarik suatu barang atau produk, dan suka meminta suami membelikan. Pendek kata, boros dan konsumtif.

Jika wanita-wanita tipe sebelumnya menguras emosi suami, wanita tipe ini menguras kantong suami. Meskipun suaminya orang yang kaya, boros tetap tidak baik dan tidak disukai agama.

Apalagi jika suaminya pas-pasan atau miskin. Betapa banyak suami yang akhirnya terperosok ke jalan haram gara-gara permintaan istri yang berlebihan.

Al Barraqah

Imam Al Ghazali menjelaskan bahwa ada dua makna al Barraqah.

Pertama, ia adalah tipe wanita yang suka berhias sepanjang hari. Meskipun demi tampil menawan di hadapan suami, berhias sepanjang hari termasuk sikap berlebihan.


Berlebihan dalam belanja kosmetik dan berlebihan dalam pemanfaatan waktu yang mengabaikan kewajiban-kewajiban lainnya. Apalagi jika niatnya bukan untuk suami.


Kedua, wanita yang tidak mau makan dan suka mengurung diri sendirian.


Dengan kata lain, ia tipe penyedih. Bagaimana keluarga bisa sakinah mawaddah wa rahmah kalau sang istri suka berbuat demikian?

Asy Syaddaqah


Asy Syaddaqah adalah tipe wanita yang suka nyinyir dan banyak bicara.

Hampir setiap hal dikomentari dan komentarnya bukanlah komentar yang bermanfaat. Ada hal yang wajar saja dikomentari negatif apalagi jika ada kesalahan.

Menikahi wanita tipe ini, sulit bagi suami menemukan kedamaian karena semua sikapnya akan menjadi sasaran komentar nyinyir sang istri.

Itulah 6 tipe wanita yang sebaiknya tidak dijadikan istri atau pendamping hidup menurut Imam Ghazali. Semua itu demi kebaikan dan ketentraman rumah tangga dan keluarga kelak. Bukankah tujuan menikah adalah untuk ibadah? Oleh sebab itu, dalam memilih istri, sebaiknya yang dinilai pertama kali adalah akhlaknya. Semoga dengan begitu, akan terbina suatu rumah tangga sakinah, mawaddah, wa rahmah. Amiin Yaa Rabbal Alamiin.

Lamaran

Lamaran
Abdullah Ibnu Mas’ud Radhiallaahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda pada kami: “Wahai generasi muda, barangsiapa di antara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia kawin, karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa, sebab ia dapat mengendalikanmu.”
Muttafaq Alaihi.
Istilah tunangan tidak dikenal dalam istilah syariah. Tapi kalau mau dicarikan bentuk yang paling mendekatinya, barangkali yang paling mendekati adalah “khitbah”, yang artinya meminang/melamar.

Menurut istilah, makna khitbah atau lamaran adalah sebuah permintaan atau pernyataan dari laki-laki kepada pihak perempuan untuk mengawininya, baik dilakukan oleh laki-laki secara langsung maupun dengan perantara pihak lain yang dipercayai sesuai dengan ketentuan agama. Intinya mengajak untuk berumah tangga. Khitbah itu sendiri masih harus dijawab “ya” atau “tidak”. Bila telah dijawab “ya”, maka jadilah wanita tersebut sebagai ‘makhthubah’, atau wanita yang telah resmi dilamar.
Secara hukum dia tidak diperkenankan untuk menerima lamaran dari orang lain. Namun hubungan kedua calon itu sendiri tetap sebagai orang asing yang diharamkan berduaan, berkhalwat atau hal-hal yang sejenisnya.

Dalam Islam tidak dikenal istilah setengah halal lantaran sudah dikhitbah. Dan amat besar kesalahan kita ketika menyaksikan pemandangan pasangan yang sudah bertunangan atau sudah berkhitbah, lalu beranggapan bahwa mereka sudah halal melakukan hal-hal layaknya suami istri di depan mata, lantas diam dan membiarkan saja. Apalagi sampai mengatakan, “Ah biar saja, toh mereka sudah bertunangan, kalo terjadi apa-apa, sudah jelas siapa yang harus bertanggung-jawab.” Padahal dalam kaca mata syariah, semua itu tetap terlarang untuk dilakukan, bahkan meski sudah bertunangan atau sudah melamar, hingga sampai selesainya akad nikah. Dan hanya masyarakat yang sakit saja yang tega bersikap permisif seperti itu. Padahal apapun yang dilakukan oleh sepasang tunangan, bila tanpa ada ditemani oleh mahram, maka hal itu tidak lain adalah kemungkaran yang nyata. Haram hukumnya hanya mendiamkan saja, apalagi malah memberi semangat kepada keduanya untuk melakukan hal-hal yang telah diharamkan Allah.

Orang melamar atau menghkhitbah hendaknya merahasiakan pelamarannya atau tidak mengumumkan ke orang banyak. Dari Ummu Salamah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, ”Kumandangkanlah pernikahan dan rahasiakanlah peminangan”.

  • Secara syar’i tidak masalah jika wanita melamar laki-laki

”Dari Tsabit, ia berkata, ”Kami duduk bersama dengan Anas bin Malik yang disebelahnya ada seorang anak perempuannya. Lalu Anas berkata, ”datanglah seorang perempuan kepada Nabi SAW, lalu ia menawarkan dirinya kepada beliau, kemudian perempuan itu berkata, ”Wahai Rasulullah maukah tuan mengambil diriku? Kemudian anak perempuan Anas menyeletuk, ”Betapa tidak malunya perempu itu!” Lalu Anas menjawab, ”Perempuan itu lebih baik daripada kamu”. Ia menginginkan rasulullah, karena itu ia menawarkan dirinya kepada beliau”. (HR. Ibnu Majah).

Hal ini menunjukkan betapa hukum Islam sangat menjunjung tinggi hak wanita. Mereka tidak hanya berhak dilamar tetapi juga memiliki hak untuk melamar lelaki yang disukainya.
  1. Beberapa Perkara Penting Sebelum Pelamaran

Sebelum melakukan pelamaran, seorang lelaki hendaknya memperhatikan beberapa perkara berikut sebelum menentukan wanita mana yang hendak dia lamar. Hal ini selain berguna untuk melancarkan proses pelamaran nantinya, juga bisa mencegah terjadinya perkara-perkara yang tidak diinginkan antara kedua belah pihak.

Berikut penyebutan perkara-perkara tersebut:

  •  Mengetahui dan melihat sang calon (perempuan).

Ini bukan kewajiban, tapi disarankan agar tidak terjadi fitnah atau kasus di kemudian hari.

Melihat yang dimaksudkan disini adalah melihat diri wanita yang ingin dinikahi dengan tetap berpanutan pada aturan syar’i. ”Dari Anas bin Malik, ia berkata,”Mughirah bin Syu’bah berkeinginan untuk menikahi seorang perempuan. Lalu rasulullah Saw. Bersabda, ”Pergilah untuk melihat perempuan itu karena dengan melihat itu akan memberikan jalan untuk dapat lebih membina kerukunan antara kamu berdua”. Lalu ia melihatnya, kemudian menikahi perempuan itu dan ia menceritakan kerukunannya dengan perempuan itu. (HR. Ibnu Majah: dishohihkan oleh Ibnu Hibban, dan beberap hadits sejenis juga ada misalnya diriwayatkan Oleh Tirmidzi dan Imam Nasai.)

  • Sang calon tidak dalam proses dilamar laki-laki lain.

Dari Abu Hurairah, Ia berkata,”Rasululloh SAW bersabda,”Seorang lelaki tidak boleh meminang perempuan yang telah dipinang saudaranya” (HR. Ibnu Majah).

Dari Ibnu Umar Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Janganlah seseorang di antara kamu melamar seseorang yang sedang dilamar saudaranya, hingga pelamar pertama meninggalkan atau mengizinkannya.” Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Bukhari.

Dari Uqbah bin ‘Amir r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: “Orang mu’min itu adalah saudaranya orang mu’min, maka tidak halallah kalau ia menjual atas jualan saudaranya itu dan jangan pula melamar atas lamaran saudaranya, sehingga saudaranya ini meninggalkan lamarannya -misalnya mengurungkan atau memberinya izin-.” (Riwayat Muslim).

Sebagian ulama membolehkan seseorang melamar wanita yang telah dilamar jika pelamar pertama adalah orang fasik atau ahli bid’ah, wallahu A’lam.

Oleh karenanya, ada baiknya pihak laki-laki mencari dan mengumpulkan informasi mengenai hal ini. Jika sang calon ternyata sedang pacaran dengan laki-laki lain, bagaimana? pacaran BUKAN lamaran, tidak ada keterikatan secara hukum (agama), maka sah-sah saja jika ada laki-laki lain yang melamar. Malah lebih baik sang perempuan memprioritaskan dan menyetujui lamaran laki-laki lain, daripada pacaran sekian lama tapi tidak jelas arahnya. Tentu saja, sang perempuan juga mesti mengumpulkan informasi mengenai laki-laki yang melamarnya.

  • Sang perempuan boleh menolak/memilih yang melamarnya.

Sang perempuan mempunyai hak untuk memilih (menyetujui/menolak) laki-laki yang melamarnya. Hendaknya pada saat melamar, sang perempuan ditanya dan ditunggu jawabannya. Dengan demikian, tidak terjadi pemaksaan dalam proses lamaran.

Mari simak hadits berikut Rasulullah SAW bersabda, “Janda lebih berhak atas dirinya dibanding walinya. Sedangkan gadis dimintai izin tentang urusan dirinya.Izinnya adalah diamnya. “(Mutaffaqun alaih).

Hadis riwayat Abu Hurairah ra.: Bahwa Rasulullah SAW. bersabda: Seorang wanita janda tidak boleh dinikahkan sebelum dimintai pertimbangan dan seorang gadis perawan tidak boleh dinikahkan sebelum dimintai persetujuan. Para sahabat bertanya: Ya Rasulullah, bagaimana tanda setujunya? Rasulullah saw. menjawab: Bila ia diam. (Shahih Muslim)

  •  Tidak melamar perempuan yang sedang masa iddah.

Yang dimaksud masa iddah adalah waktu yang dimiliki seorang perempuan yang ditinggal mati atau dicerai oleh suaminya. Sedangkan yang dilarang melamar di sini adalah melamar secara terus terang. Sementara jika memberi ‘isyarat’, diperbolehkan.

“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang makruf. Dan janganlah kamu berazam (bertetap hati) untuk berakad nikah, sebelum habis iddahnya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.” (Al Baqarah (2):235)

5. Hendaknya masing-masing baik pihak pria maupun wanita memperhatikan hal-hal berikut:

a) Kesholehan
Hal ini berdasarkan hadits Abu Hurairah -radhiallahu ‘anhu bahwa Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:“Wanita dinikahi karena empat perkara: karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya, maka pilihlah wanita yang bagus agamanya”.

Karenanya, hendaknya dia memilih wanita yang taat kepada Allah dan bisa menjaga dirinya dan harta suaminya baik ketika suaminya hadir maupun tidak.

Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda tatkala beliau ditanya tentang wanita yang paling baik: “Wanita yang taat jika disuruh, menyenangkan jika dilihat, serta yang menjaga dirinya dan harta suaminya” (Hadits shohih riwayat Imam Ahmad).

Karenanya pula dilarang menikah dengan orang yang yang tidak menjaga kehormatannya, yang jika pasangannya tidak ada di sisinya dia tidak bisa menjaga kehormatannya, semacam pezina (lelaki dan wanita) atau wanita yang memiliki PIL (pria idaman lain) dan sebaliknya.

‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-’Ash -radhiallahu ‘anhuma- berkata: “Sesungguhnya Abu Martsad Al-Ghanawy -radhiallahu ‘anhu- datang menemui Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- meminta izin kepada beliau untuk menikahi seorang wanita pezina yang dulunya wanita itu adalah temannya saat jahiliyah yang bernama ‘Anaq. Maka Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- diam lalu turunlah firman Allah – Ta’ala-, ["Pezina wanita, tidak ada yang boleh menikahinya kecuali pezina laki-laki atau musyrik laki-laki" QS. An-Nur ayat 3]. Maka Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- memanggilnya lalu membacakan ayat itu kepadanya dan beliau bersabda, ["Jangan kamu nikahi dia"]. Diriwayatkan oleh Imam Empat kecuali Ibnu Majah dengan sanad yang hasan.

b) Subur lagi penyayang,
Dari hadits Ma’qil bin Yasar -radhiallahu ‘anhu-, beliau berkata:“Pernah datang seorang lelaki kepada Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- lalu berkata, ”Saya menyenangi seorang wanita yang memiliki keturunan yang baik lagi cantik hanya saja dia tidak melahirkan (mandul), apakah saya boleh menikahinya?”, beliau menjawab, ["tidak boleh"]. Kemudian orang ini datang untuk kedua kalinya kepada beliau (menanyakan soal yang sama) maka beliau melarangnya. Kemudian dia datang untuk ketiga kalinya, maka beliau bersabda: ["Nikahilah wanita-wanita yang penyayang lagi subur, karena sesungguhnya saya berbangga dengan banyaknya jumlah kalian pada Hari Kiamat"] HR. Abu Daud dan An-Nasa`iy.

Anas Ibnu Malik Radliallaahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam memerintahkan kami berkeluarga dan sangat melarang kami membujang. Beliau bersabda: “Nikahilah perempuan yang subur dan penyayang, sebab dengan jumlahmu yang banyak aku akan berbangga di hadapan para Nabi pada hari kiamat.” Riwayat Ahmad. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban.

c) Hendaknya memilih wanita yang masih perawan.
Hal ini berdasarkan Jabir  bin ‘Abdillah -radhiallahu ‘anhu- bahwasanya Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bertanya kepadanya, “Wanita apa yang kamu nikahi?”, maka dia menjawab, “Saya menikahi seorang janda”, maka Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda: “Tidakkah kamu menikahi wanita yang perawan?! yang kamu bisa bermain dengannya dan dia bisa bermain denganmu?!” HR. Al-Bukhary dan Muslim.

Dari Anas Ibnu Malik Radhiallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam setelah memuji Allah dan menyanjung-Nya bersabda: “Tetapi aku sholat, tidur, berpuasa, berbuka, dan mengawini perempuan. Barangsiapa membenci sunnahku, ia tidak termasuk ummatku.”

Muttafaq Alaihi.
Wallahualam

TUNANGAN DALAM SUDUT PANDANG ISLAM

TUNANGAN DALAM SUDUT PANDANG ISLAM
Di zaman sekarang  ini tidak asing lagi bagi kita bila mendengar istilah Tunangan. Istilah tersebut hampir dikenal seluruh kalangan dan lingkungan, dari kalangan orang biasa sampai kalangan orang luar biasa, dari lingkungan  kota sampai lingkungan desa.

Kemudian apa sih tunangan itu?
Sebenarnya dalam Islam pun istilah tersebut telah dikenal, namun dengan istilah lain, yaitu Khitbah. Hanya saja istilah Tunangan tersebut mempunyai qoyyid atau ketentuan yang menjadikan Khitbah yang dijelaskan oleh Syari’at dengan Tunangan seakan-akan berbeda. Pasalnya Tunangan itu sendiri mengharuskan kedua pasangan untuk saling memakaikan cincin tunangan  sebagai tanda ikatanTunangan yang disebut juga dengan istilah tukar cincin. Sedangkan menurut Syari’at, Khitbah tersebut tidak menuntut hal demikian, bahkan saling memakaikan cincin–yang tentunya di antara kedua pasangan tersebut memegang  tangan pasangannya–adalah sesuatu yang dilarang Syari’at; karena diantara keduanya belum sah dalam sebuah ikatan pernikahan. Dan laki-laki yang mengkhitbah seorang  perempuan hanya diperbolehkan melihat dua anggota dari seorang perempuan yang dikhitbahnya, yaitu muka dan kedua telapak tangan saja.

Di dalam istilah jawa, istilah Tunangan disebut juga dengan istilah “Tetalen”. Istilah tersebut diambil dari kata “Tali”; karena seseorang yang telah terlibat dengan istilah tersebut seakan-akan mereka berada dalam sebuah tali yang mengikat mereka. Kedua pasangan Tetalen tidak bisa sesuka hati memilih atau menerima orang lain ke jenjang pernikahan, kecuali dengan seseorang yang mempunyai ikatan tersebut dan selagi ikatan tersebut belum terputus atau dilepas atas kesepakatan keduanya.

Sedangkan di kalangan anak muda zaman sekarang, hubungan khusus antar lawan jenis yang resmi menurut mereka—dengan artian kedua pasangan tersebut mengakuinya—dikelompokkan ke dalam tiga katagori, yaitu:
1.    Pacar, yaitu bila salah satu dari pasangan tersebut mengucapkan kata-kata cinta— yang mungkin murni dari hati atau sekedar gombal­—atau permintaan menjadi pacar yang menuntut jawaban iya atau tdak, dan yang satunya menerima dengan jawaban iya atau dengan ungkapan yang searti dengan ungkapan tersebut.
2.    Tunangan, yaitu apabila kedua pasangan tersebut saling memakaikan cincin tunanagan, baik secara resmi dengan mengadakan acara khusus dan melibatkan kedua keluarga pasangan atau hanya sekedar perjanjian diantara keduanya saja.
3.   Suami-Istri, yaitu apabila kedua pasangan tersebut sudah berada dalam ikatan pernikahan yang sah.

Di samping tiga katagori tersebut, baru-baru ini muncul yang namanya “Teman tapi mesra” dan “Kakak adik ketemu gede”. seorang laki-laki menganggap seorang perempuan sebagai adik atau sebaliknya, atau menganggap teman tapi melebihi dari batas teman yang wajar. Diantara faktor keduanya adalah timbul dari perasaan tidak enak kepada seseorang yang ia tolak cintanya, dengan tujuan supaya tidak menyakiti hati orang tersebut, atau karena rasa kagum pada seseorang dan menginginkan orang tersebut menjadi kakak atau adik angkatnya. Bahkan tidak sedikit dalam kasus seperti ini mereka yang tersandung cinta kepada adik angkatnya ketika telah  beranjak dewasa.

PENGERTIAN KHITBAH

Khitbah atau Pinangan menurut Syari’at adalah langkah penetapan atau penentuan sebelum pernikahan. Bagi laki-laki yang akan meminang seorang perempuan harus dalam ketenanagan dan kemantapan  untuk menentukan pilihannya dari semua sisi sehingga setelah meminang tidak terlintas dalam benaknya untuk membatalkan pinangan dan mengundur pernikahannya tanpa ada sebab; karena hal tersebut menyakiti diri perempuan yang di pinang, merobek perasaan  dan  melukai kemuliannya dengan sesuatau yang tidak di ridloi Agama dan tidak sesuai dengan budi pekerti yang luhur.

Pinangan tersebut adalah sesuatau yang timbul dari seorang laki-laki yang meminang ketika berniat untuk menikah dengan menjelaskan maksudnya, baik dirinya sendiri atau melalui perantaraan seseorang yang dipercaya dari keluarga atau saudaranya.

HUKUM MEMINANG PEREMPUAN YANG TELAH DI PINANG

Ketika seorang perempuan telah dipinang, maka ia telah menutup diri dari pinangan orang lain, dalam artian tidak satupun seseorang yang diperbolehkan Syari’at untuk meminangnya; karena hal tersebut mejadikan terputusnya ikatan, menumbuhkan kebencian dan permusuhan. Seorang muslim tidak diperkenankan menyaingi dan merebut pinangan yang telah didahului saudara seislamnya  kecuali saudaranya telah membatalkan pinangan tersebut dengan tanpa ragu.  Ketika ia ragu dalam memutus pinangan, maka wajib meminta izin padanya atas diperbolehkan atau tidaknya meminang pinangan yang ia masih ragu untuk memutusnya.

Sebagaimana Rosulullah melarang hal tersebut  dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar R.A,  Rosulullah SAW bersabda : “tidak di perbolehkan bagi seorang laki-laki meminang seorang wanita yang telah dipinang  saudaranya sehingga pinangannya itu dibatalkan  sebelumnya atau seorang yang meminang member izin padanya.”(Au kama Qol).

Larangan yang dijelaskan hadits di atas menunjukan terhadap larangan yang berunsur “Haram” menurut pendapat Jumhurul Fuqoha (mayoritas Ulama), di antaranya adalah Imam Syafi’I RA. Beliau berkata: “Arti hadits tersebut adalah ketika seorang laki-laki telah meminang  seorang perempuan yang telah rela dan cenderung menerima pinangannya, maka tidak diperbolehkan kepada siapapun untuk meminangnya”.
Adapun ketika seorang perempuan tersebut belum diketahui kerelaan dan kecenderungan menerima pinangan tersebut, maka hukum meminangnya diperbolehkan, dan di antara tanda-tanda dari kerelaan perempuan yang Perawan (Bikr) adalah diamnya, dan Janda (Tsayyib) dengan ucapan iya atau sejenisnya.

HUKUM PEREMPUAN YANG TELAH DI PINANG ADALAH HUKUM PEREMPUAN LAIN (AJNABIYAH)

Hal ini adalah tatak rama Islam dalam sesuatau yang berhubungan dengan diperbolehkannya melihat perempuan yang akan dipinang, namun kebanyakan orang  zaman sekarng  beranggapan bahwa perempuan yang dipinangnya atau disebut dengan tunangannya sebagai seseorang yang mutlak ia miliki, padahal anggapan tersebut salah; karena Tunangan atau seorang yang telah meminang atau yang telah dipinang itu masih dalam hukum orang lain,  masih diharamkan apa saja yang diharamkan terhadap orang lain sebelum resepsi pernikannya dilaksanakan dengan sempurna.

MERAMAIKAN PERNIKAHAN DAN MENYAMARKAN PINANGAN

Dari ungkapan di atas, agama Islam yang lurus menganjurkan untuk  menyembunyikan atau tidak meramaikan pinanagan, dalam artian perayaannya dalam batas-batas yang lebih sempit dengan hanya melibatkan anggota keluarga saja tanpa mengadakan acara-acara seperti nasyid dll.

SYABAK

Ada istilah lain dalam bahasa Arab yang sama arti dengan tunangan yaitu “Syabak”, dan hadiyah yang diberikan ketika tunangan baik berbentuk cincin tunangan atau lainnya disebut dengan “Syabkah”. Hal tersebut adalah sesuatu yang baru-baru muncul dan marak di kalangan masyarakat umum di zaman sekarang ini. mereka menambah beban terhadap seseorang yang hendak menikah bahkan mereka bermahal-mahalan dalam masalah syabkah (Hadiah Tunanangan) dan hampir samapi mendahulukan mahar.
Demikian itu bukanlah dari urusan Islam sedikitpun , hanya saja Islam tidak melarang hal tersebut selagi masih dalam batas-batas kemampuan; karena Syari’at bisa menganggap ‘urf (konvensi) atau kebiasaan selagi tidak bertentangan dengan nas-nas Syari’at tersebut.

Tapi harus diperhatikan bahwa seorang laki-laki diharamkan memakai sesuatu yang terbuat dari emas baik berbentuk cincin atau yang lainnya. Cukuplah cincin tunangan yang terbuat dari emas  dipakai Tunangan Perempuan saja atau Tunangan laki-laki memakai cincin tunangan selain emas, seperti perak, tembaga dan lain lain tanpa saling memakaikan cincin tunangan tersebut; karena keduanya belumlah halal dalam ikatan pernikahan yang sah.

MEMBATALKAN TUNANGAN

Kadang-kadang setelah bertunagan, terjadi sesuatu yang mendatangkan terhadap batalnya tunangan. Dalam hal ini mengembalikan syabkah ( hadiah tunangan)  secara utuh itu hukumnya wajib  menurut Syari’at. Adapun hadiah-hadiah yang bersifat tidak langgeng seperti makanan, maka hukumnya tidak wajib diganti, sedangkan sesuatu yang bersifat langgeng seperti jam tangan, cincin emas dan gelang, maka wajib dikembalikan apabila pembatalan tunangan tersebut diminta dari pihak perempuan. Jika pembtalan tunangan tersebut dari pihak laki-laki atau disebabkan kematian maka tidak wajib mengembalikannya.

Tetapi sebagai orang yang bermoral tinggi dan bermartabat luhur, hendaknya kita tidak pernah meminta kembali sesuatu sesuatu yang telah kita berikan kepada seseorang; karena  seorang yang meminta pemberiannya kembali sama halnya dengan anjing yang memakan utah-utahannya sendiri, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Nabi SAW.

Wallahu a’lam.

Ada Wanita Yang tak boleh diberikan salam (buat Lelaki)

Ada Wanita Yang tak boleh diberikan salam (buat Lelaki)
Mengucapkan salam kepada wanita yang bukan mahram atau wanita asing.

Sebagian ulama melarang seorang laki-laki memberikan salam kepada wanita asing dan sebagian membolehkannya jika dipercaya aman dari fitnah. Sebagian ulama memberikan penjelasan lebih rinci berkaitan dengan perkara ini: Apabila wanita asing tersebut adalah seorang wanita muda dan cantik maka ini tidak diperbolehkan, akan tetapi jika kepada wanita yang sudah tua maka itu diperbolehkan.

Inilah pendapat yang dikemukakan oleh Imam Ahmad. Shaleh berkata, “Saya bertanya kepada ayahku: “Bolehkan memberikan salam kepada perempuan?”, maka beliau menjawab: “Adapun jika ia seorang wanita yang tua, maka itu dibolehkan dan jika ia seorang anak muda maka janganlah kamu berbicara dengannya”.[1]

Ibnul Qayyim memberi klarfikasi seputar permasalahan ini, yaitu emberi salam kepada wanita yang telah tua, wanita-wanita mahram dan selain mereka dan inilah pendapat yang terpilih. Sementara alasan larangan sudah jelas, yaitu untuk menutupi jalan-jalan yang akan mengarahkan kepada perbuatan maksiat dan dikhawatirkan terjadinya fitnah”.[2]

Sedangkan yang diriwayatkan dari sahabat semuanya terindikasi aman dari fitnah.

Misalnya pada hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hazm dari bapaknya dari Sahl dia berkata, “ … adalah seorang wanita yang mengirimkan  barang dagangannya – korma di Madinah -, maka dia  membawa umbi-umbian dan menaruhnya disebuah bejana dan mengumpulkan biji-bijian dari gandum. Apabila kami telah selesai mengerjakan shalat jum’at maka kami berpaling pulang dan mengucapkan salam kepadanya. Dan wanita tersebut menyodorkan kepada kami – diantara barang dagangannya - dan kamipun senang dengan hal itu lalu kami tidaklah tidur siang dan makan siang kecuali shalat Jum’at”.[3]

Disunnahkan memberi salam kepada anak-anak kecil.

Hal ini dalam rangka mengajari dan melatih mereka sejak dini tentang adab-adab syar’I, dan yang melakukannya telah meneladani  Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu telah mengabarkan kepada kami, beliau mengatakan: “Aku berjalan bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kami melewati  anak-anak yang sedang bermain kemudian beliau mengucapkan salam kepada mereka”.[4]

Ucapan salam kepada anak kecil akan menuntun jiwa seseorang kepada sifat tawadhu’ dan kelembutan dalam menghadapi anak-anak.

Masalah :

Apabila seorang yang telah baligh (dewasa) mengucapkan salam kepada anak kecil atau sebaliknya apakah hukumnya wajib untuk menjawab salam?

Jawab :

Apabila seorang laki-laki dewasa memberikan salam kepada anak-anak, maka bukan suatu kewajiban bagi anak-anak untuk menjawab salamnya dikarenakan anak kecil bukan orang yang terkena kewajiban.Berbeda jika seorang anam kecil memberi salam kepada seorang yang baligh, maka wajib bagi orang yang telah dewasa untuk menjawab salam dari anak yang masih kecil dan ini adalah pendapat mayoritas ulama.[5]

Memberikan salam kepada orang yang terjaga dan disekitarnya ada orang yang sedang tidur.

Hendaknya orang  yang memberikan salam untuk merendahkan suaranya sebatas untuk didengar oleh yang terjaga dan tidak sampai membengunkan orang yang sedang tidur. Hal ini berdasarkan hadits Miqdad bin Al-Aswad radhiallahu ‘anhu dan pada hadits tersebut, beliau berkata: “ … Setelah kami memerah susu dan setiap orang dari kami meminum bagian mereka masing-masing dan kami memberikan bagian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Beliau – Miqdad –berkata: “Lalu beliau datang diwaktu malam dan mengucapkan salam tanpa membangunkan yang sedang tidur dan hendaklah memperdengarkan salamnya kepada yang tidak tidur …”[6]

Pada hadits ini terdapat adab Nabawiyah yang sangat tinggi dimana beliau memperhatikan  keadaan orang yang sedang tidur agar tidak terganggu tidurnya dan pada saat yang bersamaan beliau juga tidak melewatkan keutamaan salam !.


Footnote:

[1] Al-Adab Asy-Syar’iyah (1/352)

[2] Zaad Al-Maad (2 / 411 - 412)

[3] HR. Al-Bukhari (6248)

[4] HR. Al-Bukhari (6147) dan Muslim (2168) dan lafazh hadits diatas adalah lafazh beliau.

[5] Syarh Shahih Muslim oleh An-Nawawi Jilid 7 bab 13 hal.123 dan Fathul Baari (11/35)

[6] HR. Muslim (2055) dan ini bagian dari hadits yang sangat panjang.

Copyright © KATAKU. All rights reserved. Template by CB. Theme Framework: Responsive Design