Tata Cara pernikahan yang Islami

ADSENSE HERE!
Sesungguhnya Islam telah memberikan tuntunan kepada pemeluknya yang akan memasuki jenjang pernikahan, lengkap dengan tata cara atau aturan-aturan Allah Subhanallah. Sehingga mereka yang tergolong ahli ibadah, tidak akan memilih tata cara yang lain. Namun di masyarakat kita, hal ini tidak banyak diketahui orang.

Pada risalah yang singkat ini, kami akan mengungkap tata cara penikahan sesuai dengan Sunnah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam yang hanya dengan cara inilah kita terhindar dari jalan yang sesat (bidah). Sehingga orang-orang yang mengamalkannya akan berjalan di atas landasan yang jelas tentang ajaran agamanya karena meyakini kebenaran yang dilakukannya. Dalam masalah pernikahan sesunggguhnya Islam telah mengatur sedemikian rupa. Dari mulai bagaimana mencari calon pendamping hidup sampai mewujudkan sebuah pesta pernikahan. Walaupun sederhana tetapi penuh barakah dan tetap terlihat mempesona. Islam juga menuntun bagaimana memperlakukan calon pendamping hidup setelah resmi menjadi sang penyejuk hati.

Berikut ini kami akan membahas tata cara pernikahan menurut Islam secara singkat.Hal-Hal Yang Perlu Dilakukan Sebelum Menikah
Minta Pertimbangan
Bagi seorang lelaki sebelum ia memutuskan untuk mempersunting seorang wanita untuk menjadi isterinya, hendaklah ia juga minta pertimbangan dari kerabat dekat wanita tersebut yang baik agamanya. Mereka hendaknya orang yang tahu benar tentang hal ihwal wanita yang akan dilamar oleh lelaki tersebut, agar ia dapat memberikan pertimbangan dengan jujur dan adil. Begitu pula bagi wanita yang akan dilamar oleh seorang lelaki, sebaiknya ia minta pertimbangan dari kerabat dekatnya yang baik agamanya.
Shalat Istikharah
Setelah mendapatkan pertimbangan tentang bagaimana calon isterinya, hendaknya ia melakukan shalat istikharah sampai hatinya diberi kemantapan oleh Allah Taala dalam mengambil keputusan.
Shalat istikharah adalah shalat untuk meminta kepada Allah Taala agar diberi petunjuk dalam memilih mana yang terbaik untuknya. Shalat istikharah ini tidak hanya dilakukan untuk keperluan mencari jodoh saja, akan tetapi dalam segala urusan jika seseorang mengalami rasa bimbang untuk mengambil suatu keputusan tentang urusan yang penting. Hal ini untuk menjauhkan diri dari kemungkinan terjatuh kepada penderitaan hidup. Insya Allah ia akan mendapatkan kemudahan dalam menetapkan suatu pilihan.
Khithbah (peminangan)
Setelah seseorang mendapat kemantapan dalam menentukan wanita pilihannya, maka hendaklah segera meminangnya. Laki-laki tersebut harus menghadap orang tua/wali dari wanita pilihannya itu untuk menyampaikan kehendak hatinya, yaitu meminta agar ia direstui untuk menikahi anaknya. Adapun wanita yang boleh dipinang adalah bilamana memenuhi dua syarat sebagai berikut, yaitu:
Pada waktu dipinang tidak ada halangan-halangan syari yang menyebabkan laki-laki dilarang memperisterinya saat itu. Seperti karena suatu hal sehingga wanita tersebut haram dini kahi selamanya (masih mahram) atau sementara (masa iddah/ditinggal suami atau ipar dan lain-lain).
Belum dipinang orang lain secara sah, sebab Islam mengharamkan seseorang meminang pinangan saudaranya.
Dari Uqbah bin Amir radiyallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam bersabda: "Orang mukmin adalah saudara orang mukmin yang lain. Maka
tidak halal bagi seorang mukmin menjual barang yang sudah dibeli saudaranya,
dan tidak halal pula meminang wanita yang sudah dipinang saudaranya, sehingga saudaranya itu meninggalkannya." (HR. Jamaah)
Apabila seorang wanita memiliki dua syarat di atas maka haram bagi seorang laki-laki untuk meminangnya.
Melihat Wanita yang Dipinang
Islam adalah agama yang hanif yang mensyariatkan pelamar untuk melihat wanita yang dilamar dan mensyariatkan wanita yang dilamar untuk melihat laki-laki yang meminangnya, agar masing- masing pihak benar-benar mendapatkan kejelasan tatkala menjatuhkan pilihan pasangan hidupnyaDari Jabir radliyallahu anhu, bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:
"Apabila salah seorang di antara kalian meminang seorang wanita, maka apabila ia mampu hendaknya ia melihat kepada apa yang mendorongnya untuk menikahinya."
Jabir berkata: "Maka aku meminang seorang budak wanita dan aku bersembunyi untuk bisa melihat apa yang mendorong aku untuk menikahinya. Lalu aku menikahinya." (HR. Abu Daud dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shahih Sunan Abu Dawud, 1832). Adapun ketentuan hukum yang diletakkan Islam dalam masalah melihat pinangan ini di antaranya adalah:
Dilarang berkhalwat dengan laki-laki peminang tanpa disertai mahram.
Wanita yang dipinang tidak boleh berjabat tangan dengan laki- laki yang meminangnya.
Aqad Nikah
Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi:
Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.
Adanya ijab qabul.
Ijab artinya mengemukakan atau menyatakan suatu perkataan. Qabul artinya menerima. Jadi Ijab qabul itu artinya seseorang menyatakan sesuatu kepada lawan bicaranya, kemudian lawan bicaranya menyatakan menerima. Dalam perkawinan yang dimaksud dengan "ijab qabul" adalah seorang wali atau wakil dari mempelai perempuan mengemukakan kepada calon suami anak perempuannya/ perempuan yang di bawah perwaliannya, untuk menikahkannya dengan lelaki yang mengambil perempuan tersebut sebagai isterinya. Lalu lelaki bersangkutan menyatakan menerima pernikahannya itu. Diriwayatkan dalam sebuah hadits bahwa:
Sahl bin Said berkata: "Seorang perempuan datang kepada Nabi shallallahu alaihiwa sallam untuk menyerahkan dirinya, dia berkata: "Saya serahkan diriku kepadamu." Lalu ia berdiri lama sekali (untuk menanti). Kemudian seorang laki-laki berdiri dan berkata: "Wahai Rasulullah kawinkanlah saya dengannya jika engkau tidak berhajat padanya." Lalu Rasulullah shallallahu alaih wa sallam bersabda: "Aku kawinkan engkau kepadanya dengan mahar yang ada padamu." (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadist Sahl di atas menerangkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah mengijabkan seorang perempuan kepada Sahl dengan mahar atau maskawinnya ayat Al-Quran dan Sahl menerimanya.
Adanya Mahar (mas kawin)
Islam memuliakan wanita dengan mewajibkan laki-laki yang hendak menikahinya
menyerahkan mahar (mas kawin). Islam tidak menetapkan batasan nilai tertentu
dalam mas kawin ini, tetapi atas kesepakatan kedua belah pihak dan menurut kadar kemampuan. Islam juga lebih menyukai mas kawin yang mudah dan sederhana serta tidak berlebih-lebihan dalam memintanya.
Dari Uqbah bin Amir, bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:
"Sebaik-baik mahar adalah yang paling ringan." (HR. Al-Hakim dan Ibnu Majah, shahih, lihat Shahih Al-Jamius Shaghir 3279 oleh Al-Albani)
Adanya Wali
Dari Abu Musa radliyallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Tidaklah sah suatu pernikahan tanpa wali." (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud no.
1836).Wali yang mendapat prioritas pertama di antara sekalian wali-wali yang ada adalah ayah dari pengantin wanita. Kalau tidak ada barulah kakeknya (ayahnya ayah), kemudian saudara lelaki seayah seibu atau seayah, kemudian anak saudara lelaki. Sesudah itu barulah kerabat-kerabat terdekat yang lainnya atau hakim.
Adanya Saksi-Saksi
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
"Tidak sah suatu pernikahan tanpa seorang wali dan dua orang saksi yang adil." (HR. Al-Baihaqi dari Imran dan dari Aisyah, shahih, lihat Shahih Al-Jamius Shaghir oleh Syaikh Al-Albani no. 7557).
Menurut sunnah Rasul shallallahu alaihi wa sallam, sebelum aqad nikah diadakan khuthbah lebih dahulu yang dinamakan khuthbatun nikah atau khuthbatul-hajat.
Walimah
Walimatul Urus hukumnya wajib. Dasarnya adalah sabda Rasulullah shallallahu alaih wa sallam kepada Abdurrahman bin Auf:
"....Adakanlah walimah sekalipun hanya dengan seekor kambing." (HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh Al-Alabni dalam Shahih Sunan Abu Dawud no. 1854)
Memenuhi undangan walimah hukumnya juga wajib."Jika kalian diundang walimah,
sambutlah undangan itu (baik undangan perkawinan atau yang lainnya). Barangsiapa yang tidak menyambut undangan itu berarti ia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya." (HR. Bukhari 9/198, Muslim 4/152, dan Ahmad no.
6337 dan Al-Baihaqi 7/262 dari Ibnu Umar).
Akan tetapi tidak wajib menghadiri undangan yang didalamnya terdapat maksiat
kepada Allah Taala dan Rasul-Nya, kecuali dengan maksud akan merubah atau menggagalkannya. Jika telah terlanjur hadir, tetapi tidak mampu untuk merubah atau menggagalkannya maka wajib meninggalkan tempat itu.
Dari Ali berkata: "Saya membuat makanan maka aku mengundang Nabi shallallahu
'alaihi wa sa
ADSENSE HERE!

No comments:

Post a Comment

Copyright © KATAKU. All rights reserved. Template by CB. Theme Framework: Responsive Design